Gaun
putih yang kau kenakan terlihat begitu indah. Kau nampak begitu cantik dengan
riasan sederhana yang kau poles pada wajahmu. Aku tersenyum geli melihat
polahmu yang mengagumi kecantikan dirimu sendiri dalam pantulan cermin. Aku berjalan
menghampirimu. Kau berhenti melakukan aktifitas konyolmu begitu menyadari
keberadaanku. “Apa yang kau lakukan?” Tanyaku sambil menyungging senyum
untuknya.
“Bagaimana
penampilanku? Apa ada yang aneh? Ck, aku tak terbiasa dengan make-up seperti
ini? Bagaimana kalau nanti aku ditertawakan? Gaun ini juga terlalu panjang.
Kalau aku terjatuh bagaimana?”
Aku
tertawa mendengar celoteh yang terlahir dari kegugupanmu. “Kau akan terjatuh
dengan tingkahmu yang seperti itu. Cobalah untuk tenang.”
Kau
melotot lucu kearahku membuat tawaku semakin menjadi.
Kupandangi
wajahmu yang semakin membuatku gemas dengan kegelisahan yang kau pancarkan.
Kuusap rambutmu lembut. “Kau tak perlu khawatir, Elena. Semuanya akan berjalan
dengan sempurna. Kau tahu, kau adalah pengantin tercantik yang pernah aku
temui.”
“Benarkah?”
Kau tersenyum riang. Senyum yang sangat aku sukai. Senyum yang selama tiga
tahun ini membuat hatiku selalu mencipta debar. Merangkai rasa yang semakin
kuat bersarang hingga kini. Ya, rasaku masih sama seperti saat pertama aku
menyadari keberadaanmu di dunia ini.
Kau
mungkin tak sadar bahwa aku mengenalmu jauh sebelum kau mengenalku. Tapi kau
mungkin tak melupakan kali pertama kita bercakap. Di tengah ramainya café yang
menjadi tempatku menikmati detik yang begitu berharga juga tempatmu mengadu
nasib mengumpulkan recehan yang tercipta dari setiap tetes keringatmu.
