Minggu, 28 Desember 2014

Bloody Revenge





Tik tok tik tok tik tok... Suara itu memecah keheningan malam, menghantarkan suasana yang membuat bulu kudukku bergidik. Pukul 12 tepat, dan aku belum juga memejamkan mata. Dengan keberadaanku yang seorang diri dalam rumah yang mencekam ini, rasa takut mulai menggelayut merdu menghambat perjalananku menuju alam mimpi. Akh, kenapa Nurul harus pergi menginap di rumah temannya dan meninggalkanku di rumah ini seorang diri? Ditambah lagi suasana dingin setelah hujan yang mengguyur Kota Jakarta seharian ini. Heningnya membuat malam semakin mencekam. Benar-benar sunyi dan dingin.

‘Plung’ ‘Kcipak Kcipak Kcipak’ Lagi-lagi sumpalan yang kugunakan tuk menutup lubang air keran lepas. Seharian ini entah sudah berapa kali aku keluar masuk kamar mandi, hanya untuk membenahi sumpalan itu. Dengan malas aku menyibakkan selimut tipisku yang sesaat lalu melindungiku dari rasa takut dan dinginnya malam ini. Berada diatas kasur dengan berlindung di balik selimut saja, masih terasa dingin. Apalagi di kamar mandi dan harus bersentuhan dengan air, rasanya dingin sekali.
Dengan cepat kupasang kembali dimana sumpalan itu harusnya berada, dan secepat mungkin keluar dari ruangan yang menghantarkan suasana dingin semakin dingin. Baru saja lima langkah ku biarkan kakiku berjalan, sumpalan itu lepas kembali. Dengan hati kesal, aku kembali ke kamar mandi dan hendak membenahinya. Namun sesuatu yang janggal terjadi. Aneh, benar-benar aneh. Aku yakin aku mendengar dengan jelas kalau sumpalan itu lepas dan aku mendengar suara air mengalir. Tapi mataku berpandang berbeda. Sumpalan itu masih melekat di dalam lubang air dan tak ada air yang mengalir. Dan entah apa karna aku berdiri di depan pintu kamar mandi, sehingga angin terasa makin dingin? Atau...
Aku menghentikan imajinasiku yang semakin liar. Tanpa berpikir apapun lagi, aku menuju kasurku kemudian menarik selimut dengan cepat. Membalut seluruh tubuhku tanpa secuil badanpun yang terlihat.
Tik tok tik tok tik tok... Suara itu benar-benar mengusik malamku. Kusibakkan lagi selimutku dengan nafas yang terengah. Udara didalam selimut begitu pengap. Kulihat jam dinding yang masih saja mencipta bunyi seperti nada seram bagiku. Jarum pendeknya menunjuk pada angka dua. Aku menghembuskan nafas panjang. Sedikit rasa kantukpun tak ada. Apa aku mulai berubah menjadi kelelawar, yang hanya terlelap di siang hari dan menjalani kehidupan di malam hari? Aku tertawa sendiri menyadari pemikiranku yang konyol.
Kupejamkan mataku mencoba tuk tenggelam dalam dunia mimpi. Lantunan nada dari handphoneku yang baru saja kuputar sesaat sebelum terpejam, kujadikan sebagai lagu penghantarku. Merayu penghuni mimpi tuk membiarkanku menyelam didalamnya.
Lima menit, sepuluh menit, lima belas menit. Jiwaku masih tetap singgah pada dunia malam yang semakin dingin. Kupejamkan mataku lebih erat dan mencoba tuk merasakan ketenangan pada nada yang mengalun. Tunggu! Telingaku tak menangkap satu baris nadapun. Suasana di sekeliling tiba-tiba menjadi hening. Hening yang tak biasa. Hening yang mencekam. Ku eratkan kembali tubuhku dengan selimut yang membungkusku. Dapat kurasakan nafasku begitu dingin dan tubuhku gemetar hebat. Lampu yang sedari tadi menyala kemudian redup begitu saja. Ada yang datang. Samar kulihat dalam gelap. Hanya bayang hitam yang terpantul dalam bola mataku. Dia berjalan kearahku. Tidak! Aku tak bisa menggerakkan tubuhku. Rasa takut tengah membekukan seluruh organku. Dia semakin dekat. Semakin dekat. Tangannya hendak meraihku. Tidak! Jangan! Kumohon! Aku memejamkan mata kuat-kuat.
 ‘Plung’ ‘kcipak kcipak kcipak’ Aku terlonjak mendengar suara itu. Nafasku terengah. Sesaat tadi kurasa aku akan berada di dunia lain. Aku memandang sekitar. Tak ada apa-apa. Tak ada siapa-siapa. Lampu yang tadi tiba-tiba matipun bersinar kembali. Nafasku masih saja menderu sesak. Tubuhku tak bisa berhenti bergetar. Tadi itu apa? Bayangan hitam itu. Aku yakin itu bukanlah halusinasiku. Tik tok tik tok tik tok. Akh, bunyi itu membuatku semakin gila. Secepat kilat aku berdiri dari ketakutanku dan menyambar jam dinding yang sedari tadi mengganggu ketenanganku. Kubuka penutup baterainya dan kuambil baterai yang ada didalamnya. Nada seram itu berhenti bernyanyi. Yang tersisa hanya gemericik air yang mengalun bagai pembangkit rasa takutku. Segera saja ku hentikan alunan itu. Kemudian kembali ke tempat nyaman yang dapat mencairkan dingin yang melekat pada tubuhku. Walau tak seutuhnya mencair, setidaknya dapat menyelimutiku dengan sedikit ketenangan.
* * *
Tik tok tik tok tik tok. Aku terjaga dari tidurku. Kuarahkan pandanganku pada jam dinding yang masih setia mengalirkan waktu. Pukul tiga. Sepertinya aku berhasil memasuki ruang mimpi meski hanya satu jam. Jantungku kembali berdegup kencang. Kulekatkan pandanganku pada jam dinding yang masih saja berjalan pada waktu yang meringkuk lambat. Bukankah aku telah mematikan jam itu? Aku mengalihkan pandanganku pada tempat dimana kuletakkan baterai jam itu. Aku tak percaya ini. Baterai itu masih ada di tempat dimana aku meletakkannya. Keanehan itu menarik langkahku pada tempat baterai itu berada. Kugenggam baterai itu kemudian menghampiri jam yang masih saja bergerak. Keringat dingin mulai membasahi tubuhku. Dengan tangan yang bergetar kuraih jam itu dan memeriksa bagian belakangnya. Benar dugaanku. Tak ada baterai yang menjadi jiwa kehidupan jam yang tengah berada di genggamanku. Dengan rasa takut yang menggelayuti, ku putar kembali letak jam itu. Tik tok tik tok tik tok. Jarum yang memainkan detik waktu tetap saja bergerak meski tak ada baterai yang merupakan jiwa kehidupannya. Pandanganku berhenti pada bayangan yang ada dalam kaca jam itu. Terlihat samar. Begitu semakin dalam kupandangi, bayangan itu semakin berbentuk, semakin jelas, semakin jelas. “Aaaaaaaa!!!!!” Jam itu terlepas dari genggamanku. Bayangan wajah yang baru saja muncul dalam kaca jam dengan jeritan yang memenuhi ruangan, mengejutkanku. Wajah itu begitu mengerikan. Dengan retak luka dan aliran darah yang memenuhinya. Seketika itu lampu yang bersinar dengan tenang,  kembali meredup kemudian hidup, redup hidup, redup hidup. Terus saja seperti itu. Kurasakan bumi mulai goyah. Seperti gempa dahsyat yang menghantam sekelilingku. Aku mulai panik. Tak dapat lagi kutahan rasa takutku. Benda-benda disekelilingku mulai berjatuhan. Aku segera berlari menuju pintu keluar. Percuma saja. Sosok itu tengah menahan jalan keluar untukku. Aku terus saja berteriak meminta tolong sambil memukul-mukul jendela yang ada di samping pintu. Terlihat sosok wanita dengan luka di sekujur tubuhnya mulai menghampiriku. Teriakanku semakin kencang dengan airmata yang membanjiri wajahku. Wanita itu semakin mendekat. Aku tak mampu berkata-kata lagi. Tubuhku telah lumpuh oleh rasa takut yang menggelayutiku. Wanita itu dengan cepat terbang kearahku. Aku menjerit sekuat tenaga.
Kubuka mataku perlahan. Hening? Kerusuhan sesaat lalu tiba-tiba saja berhenti. Tergantikan oleh suasana hening yang mencekam. Sosok wanita itupun telah menghilang. Prang !!! Kaca jendela tiba-tiba saja pecah kemudian benda-benda yang ada dalam ruangan menghantamku dengan keras. Aku berusaha melindungi tubuhku, namun seberapa kuat aku berusaha melindungi diri, tetap saja benda itu mampu melukaiku. Darah segar mulai mengalir dari celah-celah kulitku. Kurasakan sakit luar biasa. Tubuhku serasa terselimuti oleh bau anyir darah.
Nafasku terasa berat. Kuputar penglihatanku pada sekeliling. Ruangan itu kembali seperti semula. Tubuhku tersungkur dengan luka yang tak ikut sirna seperti kekacauan baru saja terjadi. “Kenapa kau lakukan ini padaku?” Aku mulai berbicara sendiri. “Apa kau ingin membunuhku?” Tentu saja pertanyaan itu kuarahkan pada sosok yang menggangguku.
Kulihat tubuh yang tiba-tiba berdiri didepanku yang masih tersungkur tak berdaya. Sesosok gadis cantik seumuran denganku dengan gaun putih yang menutupi seluruh badannya. Wajahnya memandangku dengan tatapan murka seperti ingin membalaskan dendam.
“Kau memang lebih pantas mati!” Suaranya menggema dalam ruangan.
Rasa takut tak lagi dapat menghalangiku. Ku beranikan diri untuk keluar dari mimpi buruk ini. “Memang apa yang telah kulakukan padamu?” Suaraku tetap saja bergetar.
Gadis itu menatap tepat di kedua bola mataku. Tatapan amarah yang seakan mencambuk jiwaku. Ingatanku kembali pada kejadian dua tahun lalu. Ketika aku dan kawan-kawanku tengah pulang selepas liburan di puncak.
Aku yang sangat lelah harus mengemudi untuk teman-temanku. Tentu saja kejadiannya terjadi sewaktu malam hari. Rasa kantuk yang menyerangku terasa sangat kuat hingga mampu memejamkanku sesaat. “Lala ... Awaaaasss!!!”
‘Bruuuaaakkk’ Mobil yang kukendarai menabrak sesuatu. Aku beserta keempat temankupun turun untuk memeriksa apa yang kutabrak. Kami tak bisa menahan rasa terkejut akan sosok gadis yang tengah terkapar didepan mobil kami. Ia meninggal saat itu juga. Kami yang ketakutan dengan apa yang akan kami hadapi setelah kejadian itu, tak ada pilihan lain selain mendengar bisikan setan. Kami membuang mayat itu ke dalam sungai yang memang berada dekat dari lokasi kejadian. Kami berjanji untuk tak mengatakan pada siapapun dan melupakan kejadian terkutuk itu.
Tubuhku bergetar hebat. Airmataku terus saja mengalir. “Maaf.” Hanya kata itu yang mampu keluar dari mulutku yang bergetar.
Sosok gadis itu tersenyum menyeramkan kepadaku. Kemudian menghilang dan muncul kembali di sisi kananku. “Kau lebih pantas mati!!!” Tubuhku terpental hingga membentur tembok. Sosok itu kembali menghilang. “Semua temanmu telah membayar perbuatannya. Sekarang giliranmu.” Suaranya terpantul di seluruh ruangan disertai tawa yang mengundang rasa takutku yang semakin menjadi.
Aku tak percaya ini. Teman-temanku telah mati. Dan sebentar lagi, aku juga akan... MATI? Nafasku terasa sesak saat memikirkan kematian. Tidak! Tidak! Aku tidak ingin mati sekarang. Aku tidak ingin... Apa ini? Tiba-tiba saja sekelilingku terselimuti oleh kabul tebal. Dari mana datangnya kabut ini? Mengapa ada kabut di rumahku? Tunggu dulu. Ini bukan ruangan rumahku. Dimana ini? Sial, aku tak dapat melihat apapun. Kabut ini menghalangi pandanganku. Cahaya apa itu? Kulihat dua cahaya yang datang dari arah depanku. Kucoba tuk menyingkirkan kabut yang menghalangi pandangku untuk melihat lebih jelas cahaya itu. Ia semakin dekat, sosoknya pun semakin jelas. Terlihat seperti mobil.
MOBIL !? Aku seakan tersadar dari tidur lelapku. Aku berlari sekuat tenaga menjauhi cahaya itu. Tidak! Aku tidak ingin mati sekarang. Aku terus dan terus berlari, namun tetap saja benda itu mengikuti kemanapun aku pergi. Benda itu semakin dekat. Semakin dekat. Semakin dekat. Aku dengan cepat menghentikan langkahku saat melihat sosok gadis yang kutabrak berada di depanku dan ... ‘Brakkk!!!’ Aku tersungkur dengan darah yang mencipta sungai. Nafasku seakan tak terasa lagi. Pandanganku mulai melukis bayangan hitam. Sebelum ku benar-benar terpejam, kulihat gadis itu berdiri di depanku. Dan semua berubah menjadi hitam.

END

Hanna J
Jakarta, 28 Desember 2014

Tidak ada komentar:

Posting Komentar