Tik tok tik tok tik tok... Suara itu memecah keheningan
malam, menghantarkan suasana yang membuat bulu kudukku bergidik. Pukul 12
tepat, dan aku belum juga memejamkan mata. Dengan keberadaanku yang seorang
diri dalam rumah yang mencekam ini, rasa takut mulai menggelayut merdu
menghambat perjalananku menuju alam mimpi. Akh, kenapa Nurul harus pergi
menginap
di rumah temannya dan meninggalkanku
di rumah ini seorang diri? Ditambah lagi suasana dingin setelah hujan yang
mengguyur Kota Jakarta seharian ini. Heningnya membuat malam semakin mencekam.
Benar-benar sunyi dan dingin.
‘Plung’ ‘Kcipak Kcipak Kcipak’ Lagi-lagi sumpalan yang
kugunakan tuk menutup lubang air keran lepas. Seharian ini entah sudah berapa
kali aku keluar masuk kamar mandi, hanya untuk membenahi sumpalan itu. Dengan
malas aku menyibakkan selimut tipisku yang sesaat lalu melindungiku dari rasa
takut dan dinginnya malam ini. Berada diatas kasur dengan berlindung di balik
selimut saja, masih terasa dingin. Apalagi di kamar mandi dan harus bersentuhan
dengan air, rasanya dingin sekali.
Dengan cepat kupasang kembali dimana sumpalan itu
harusnya berada, dan secepat mungkin keluar dari ruangan yang menghantarkan suasana
dingin semakin dingin. Baru saja lima langkah ku biarkan kakiku berjalan,
sumpalan itu lepas kembali. Dengan hati kesal, aku kembali ke kamar mandi dan hendak
membenahinya. Namun sesuatu yang janggal terjadi. Aneh, benar-benar aneh. Aku
yakin aku mendengar dengan jelas kalau sumpalan itu lepas dan aku mendengar
suara air mengalir. Tapi mataku berpandang berbeda. Sumpalan itu masih melekat
di dalam lubang air dan tak ada air yang mengalir. Dan entah apa karna aku
berdiri di depan pintu kamar mandi, sehingga angin terasa makin dingin? Atau...
Aku menghentikan imajinasiku yang semakin liar. Tanpa
berpikir apapun lagi, aku menuju kasurku kemudian menarik selimut dengan cepat.
Membalut seluruh tubuhku tanpa secuil badanpun yang terlihat.
Tik tok tik tok tik tok... Suara itu benar-benar mengusik
malamku. Kusibakkan lagi selimutku dengan nafas yang terengah. Udara didalam
selimut begitu pengap. Kulihat jam dinding yang masih saja mencipta bunyi
seperti nada seram bagiku. Jarum pendeknya menunjuk pada angka dua. Aku
menghembuskan nafas panjang. Sedikit rasa kantukpun tak ada. Apa aku mulai
berubah menjadi kelelawar, yang hanya terlelap di siang hari dan menjalani
kehidupan di malam hari? Aku tertawa sendiri menyadari pemikiranku yang konyol.
Kupejamkan mataku mencoba tuk tenggelam dalam dunia
mimpi. Lantunan nada dari handphoneku yang baru saja kuputar sesaat sebelum
terpejam, kujadikan sebagai lagu penghantarku. Merayu penghuni mimpi tuk
membiarkanku menyelam didalamnya.
Lima menit, sepuluh menit, lima belas menit. Jiwaku masih
tetap singgah pada dunia malam yang semakin dingin. Kupejamkan mataku lebih
erat dan mencoba tuk merasakan ketenangan pada nada yang mengalun. Tunggu!
Telingaku tak menangkap satu baris nadapun. Suasana di sekeliling tiba-tiba
menjadi hening. Hening yang tak biasa. Hening yang mencekam. Ku eratkan kembali
tubuhku dengan selimut yang membungkusku. Dapat kurasakan nafasku begitu dingin
dan tubuhku gemetar hebat. Lampu yang sedari tadi menyala kemudian redup begitu
saja. Ada yang datang. Samar kulihat dalam gelap. Hanya bayang hitam yang
terpantul dalam bola mataku. Dia berjalan kearahku. Tidak! Aku tak bisa
menggerakkan tubuhku. Rasa takut tengah membekukan seluruh organku. Dia semakin
dekat. Semakin dekat. Tangannya hendak meraihku. Tidak! Jangan! Kumohon! Aku
memejamkan mata kuat-kuat.
‘Plung’ ‘kcipak
kcipak kcipak’ Aku terlonjak mendengar suara itu. Nafasku terengah. Sesaat tadi
kurasa aku akan berada di dunia lain. Aku memandang sekitar. Tak ada apa-apa.
Tak ada siapa-siapa. Lampu yang tadi tiba-tiba matipun bersinar kembali. Nafasku
masih saja menderu sesak. Tubuhku tak bisa berhenti bergetar. Tadi itu apa?
Bayangan hitam itu. Aku yakin itu bukanlah halusinasiku. Tik tok tik tok tik
tok. Akh, bunyi itu membuatku semakin gila. Secepat kilat aku berdiri dari
ketakutanku dan menyambar jam dinding yang sedari tadi mengganggu ketenanganku.
Kubuka penutup baterainya dan kuambil baterai yang ada didalamnya. Nada seram
itu berhenti bernyanyi. Yang tersisa hanya gemericik air yang mengalun bagai pembangkit
rasa takutku. Segera saja ku hentikan alunan itu. Kemudian kembali ke tempat
nyaman yang dapat mencairkan dingin yang melekat pada tubuhku. Walau tak
seutuhnya mencair, setidaknya dapat menyelimutiku dengan sedikit ketenangan.
* * *
Tik tok tik tok tik tok. Aku terjaga dari tidurku.
Kuarahkan pandanganku pada jam dinding yang masih setia mengalirkan waktu.
Pukul tiga. Sepertinya aku berhasil memasuki ruang mimpi meski hanya satu jam.
Jantungku kembali berdegup kencang. Kulekatkan pandanganku pada jam dinding
yang masih saja berjalan pada waktu yang meringkuk lambat. Bukankah aku telah
mematikan jam itu? Aku mengalihkan pandanganku pada tempat dimana kuletakkan
baterai jam itu. Aku tak percaya ini. Baterai itu masih ada di tempat dimana
aku meletakkannya. Keanehan itu menarik langkahku pada tempat baterai itu
berada. Kugenggam baterai itu kemudian menghampiri jam yang masih saja
bergerak. Keringat dingin mulai membasahi tubuhku. Dengan tangan yang bergetar
kuraih jam itu dan memeriksa bagian belakangnya. Benar dugaanku. Tak ada
baterai yang menjadi jiwa kehidupan jam yang tengah berada di genggamanku.
Dengan rasa takut yang menggelayuti, ku putar kembali letak jam itu. Tik tok
tik tok tik tok. Jarum yang memainkan detik waktu tetap saja bergerak meski tak
ada baterai yang merupakan jiwa kehidupannya. Pandanganku berhenti pada
bayangan yang ada dalam kaca jam itu. Terlihat samar. Begitu semakin dalam
kupandangi, bayangan itu semakin berbentuk, semakin jelas, semakin jelas.
“Aaaaaaaa!!!!!” Jam itu terlepas dari genggamanku. Bayangan wajah yang baru
saja muncul dalam kaca jam dengan jeritan yang memenuhi ruangan, mengejutkanku.
Wajah itu begitu mengerikan. Dengan retak luka dan aliran darah yang
memenuhinya. Seketika itu lampu yang bersinar dengan tenang, kembali meredup kemudian hidup, redup hidup,
redup hidup. Terus saja seperti itu. Kurasakan bumi mulai goyah. Seperti gempa
dahsyat yang menghantam sekelilingku. Aku mulai panik. Tak dapat lagi kutahan
rasa takutku. Benda-benda disekelilingku mulai berjatuhan. Aku segera berlari menuju
pintu keluar. Percuma saja. Sosok itu tengah menahan jalan keluar untukku. Aku
terus saja berteriak meminta tolong sambil memukul-mukul jendela yang ada di
samping pintu. Terlihat sosok wanita dengan luka di sekujur tubuhnya mulai
menghampiriku. Teriakanku semakin kencang dengan airmata yang membanjiri
wajahku. Wanita itu semakin mendekat. Aku tak mampu berkata-kata lagi. Tubuhku
telah lumpuh oleh rasa takut yang menggelayutiku. Wanita itu dengan cepat
terbang kearahku. Aku menjerit sekuat tenaga.
Kubuka mataku perlahan. Hening? Kerusuhan sesaat lalu
tiba-tiba saja berhenti. Tergantikan oleh suasana hening yang mencekam. Sosok
wanita itupun telah menghilang. Prang !!! Kaca jendela tiba-tiba saja pecah
kemudian benda-benda yang ada dalam ruangan menghantamku dengan keras. Aku
berusaha melindungi tubuhku, namun seberapa kuat aku berusaha melindungi diri,
tetap saja benda itu mampu melukaiku. Darah segar mulai mengalir dari
celah-celah kulitku. Kurasakan sakit luar biasa. Tubuhku serasa terselimuti
oleh bau anyir darah.
Nafasku terasa berat. Kuputar penglihatanku pada
sekeliling. Ruangan itu kembali seperti semula. Tubuhku tersungkur dengan luka
yang tak ikut sirna seperti kekacauan baru saja terjadi. “Kenapa kau lakukan
ini padaku?” Aku mulai berbicara sendiri. “Apa kau ingin membunuhku?” Tentu
saja pertanyaan itu kuarahkan pada sosok yang menggangguku.
Kulihat tubuh yang tiba-tiba berdiri didepanku yang masih
tersungkur tak berdaya. Sesosok gadis cantik seumuran denganku dengan gaun
putih yang menutupi seluruh badannya. Wajahnya memandangku dengan tatapan murka
seperti ingin membalaskan dendam.
“Kau memang lebih pantas mati!” Suaranya menggema dalam
ruangan.
Rasa takut tak lagi dapat menghalangiku. Ku beranikan
diri untuk keluar dari mimpi buruk ini. “Memang apa yang telah kulakukan
padamu?” Suaraku tetap saja bergetar.
Gadis itu menatap tepat di kedua bola mataku. Tatapan
amarah yang seakan mencambuk jiwaku. Ingatanku kembali pada kejadian dua tahun
lalu. Ketika aku dan kawan-kawanku tengah pulang selepas liburan di puncak.
Aku yang sangat lelah harus mengemudi untuk
teman-temanku. Tentu saja kejadiannya terjadi sewaktu malam hari. Rasa kantuk
yang menyerangku terasa sangat kuat hingga mampu memejamkanku sesaat. “Lala ...
Awaaaasss!!!”
‘Bruuuaaakkk’ Mobil yang kukendarai menabrak sesuatu. Aku
beserta keempat temankupun turun untuk memeriksa apa yang kutabrak. Kami tak
bisa menahan rasa terkejut akan sosok gadis yang tengah terkapar didepan mobil
kami. Ia meninggal saat itu juga. Kami yang ketakutan dengan apa yang akan kami
hadapi setelah kejadian itu, tak ada pilihan lain selain mendengar bisikan setan.
Kami membuang mayat itu ke dalam sungai yang memang berada dekat dari lokasi
kejadian. Kami berjanji untuk tak mengatakan pada siapapun dan melupakan
kejadian terkutuk itu.
Tubuhku bergetar hebat. Airmataku terus saja mengalir. “Maaf.”
Hanya kata itu yang mampu keluar dari mulutku yang bergetar.
Sosok gadis itu tersenyum menyeramkan kepadaku. Kemudian
menghilang dan muncul kembali di sisi kananku. “Kau lebih pantas mati!!!”
Tubuhku terpental hingga membentur tembok. Sosok itu kembali menghilang. “Semua
temanmu telah membayar perbuatannya. Sekarang giliranmu.” Suaranya terpantul di
seluruh ruangan disertai tawa yang mengundang rasa takutku yang semakin menjadi.
Aku tak percaya ini. Teman-temanku telah mati. Dan
sebentar lagi, aku juga akan... MATI? Nafasku terasa sesak saat memikirkan
kematian. Tidak! Tidak! Aku tidak ingin mati sekarang. Aku tidak ingin... Apa
ini? Tiba-tiba saja sekelilingku terselimuti oleh kabul tebal. Dari mana
datangnya kabut ini? Mengapa ada kabut di rumahku? Tunggu dulu. Ini bukan
ruangan rumahku. Dimana ini? Sial, aku tak dapat melihat apapun. Kabut ini
menghalangi pandanganku. Cahaya apa itu? Kulihat dua cahaya yang datang dari
arah depanku. Kucoba tuk menyingkirkan kabut yang menghalangi pandangku untuk
melihat lebih jelas cahaya itu. Ia semakin dekat, sosoknya pun semakin jelas.
Terlihat seperti mobil.
MOBIL !? Aku seakan tersadar dari tidur lelapku. Aku
berlari sekuat tenaga menjauhi cahaya itu. Tidak! Aku tidak ingin mati
sekarang. Aku terus dan terus berlari, namun tetap saja benda itu mengikuti
kemanapun aku pergi. Benda itu semakin dekat. Semakin dekat. Semakin dekat. Aku
dengan cepat menghentikan langkahku saat melihat sosok gadis yang kutabrak
berada di depanku dan ... ‘Brakkk!!!’ Aku tersungkur dengan darah yang mencipta
sungai. Nafasku seakan tak terasa lagi. Pandanganku mulai melukis bayangan
hitam. Sebelum ku benar-benar terpejam, kulihat gadis itu berdiri di depanku.
Dan semua berubah menjadi hitam.
END
Hanna J
Jakarta, 28 Desember 2014

Tidak ada komentar:
Posting Komentar