Sabtu, 29 Agustus 2015

Tentang Gadis yang Merindu

Dengarkanlah jingga. Simak apa yang akan kuucap, tentang gadis yang menahan rindu dalam pekat malam.


 Gadis itu duduk termenung sembari menatap purnama dengan harapan bahwa ia akan menemukan wajah seorang yang dirindunya dalam pantulan cahayanya. Namun bayang-bayang bening menghalangi pandangnya. Ia menengadahkan wajahnya, mencoba untuk mencegah gerimis pada malamnya. Berpaling pada kenyataan bahwa tak ada sesosokpun yang terlintas dalam pantulnya.

Rindu yang mendera mengundang pedih dalam hatinya. Tanpa bisa ia cegah, pedih itu semakin kuat mendekap menghantarkan kenangan tentang lelaki yang dirindunya. Tentang lelaki yang menghilang tanpa alasan yang tak dapat dimengerti. Hanya luka juga kenangan yang menetap dalam setiap sudut, yang menjelaskan bahwa ia pernah ada mewarnai dunia gadis itu. Apa kau tahu, derita yang dipikul gadis itu?
Keningnya mulai mengerut. Menarik nafas dalam kemudian menghembuskannya perlahan. Ia lakukan itu untuk menahan airmata yang berada di ujung pelupuknya. Ia lakukan berkali-kali, namun sia-sia. Rasa sakit semakin erat mendekap, membuatnya membiarkan tetes bening mengalir melalui pipinya. Dan isakan pilu berdesir pada angin yang berbisik. Seolah menceritakan rindu yang tak mampu ia ungkapkan lewat diksi yang berhamburan.
Lewat tengah malam. Gadis itu tetap termenung dalam diamnya. Menunggu keajaiban bahwa suatu saat nanti, lelaki yang dirindunya akan mengakhiri dukanya, menghapus rasa sakitnya, memeluk rasanya. Tak peduli selama apapun itu. Tak peduli dengan pedih yang mendekapnya semakin erat. Ia memilih untuk menunggu lelaki itu. Menghadapi rindu yang selalu menciptakan gerimis pada malamnya.
Jingga, tahukah kau bahwa gadis itu adalah aku, dan lelaki yang ditunggunya adalah kau. Kau yang begitu tega menggoreskan luka pada hidupku. Kau yang begitu tega meninggalkan aku dengan kenangan yang selalu mencipta luka dalam hariku. Kau yang begitu tega membiarkankanku mati perlahan karna rindu yang menjerat ini begitu menyakitkan. Kau yang begitu tega melakukan semua hal ini padaku. Dan aku yang begitu bodoh tetap setia pada penantian ini.

Hanna J
Jakarta, 29 Agustus 2015 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar