Minggu, 30 Agustus 2015

Lelaki yang Menyerupaimu




 

Lelaki itu berdiri sambil melemparkan pandangnya keluar jendela kereta yang tengah melaju. Menikmati pemandangan malam kota Jakarta yang tak pernah mati. Sedang aku tengah duduk berseberangan dengan tempatnya berdiri sembari menatap nanar wajahnya. Wajah itu, mengapa mengingatkanku pada seseorang? Seseorang yang selalu ingin kutemui. Tentu saja, orang itu adalah kau, Jingga. Hanya saja ia lebih tinggi dan badannya sedikit lebih ramping darimu.
Kualihkan pandanganku begitu orang yang ku tatap sedari tadi mengganti pandangannya ke dalam kereta. Sepertinya ia tak menyadari bahwa aku sempat menatapnya. Entahlah, apakah wajahnya memang benar-benar mirip denganmu, ataukah rinduku yang begitu kuat hingga fikiranku memantulkan wajah yang mirip denganmu?

Akh, membayangkan wajahmu seperti ini membuat dadaku semakin sesak. Rasa rindu mulai menggelayut kembali dalam fikiranku. Dan rasa ingin bertemu semakin kuat mengalir dalam hasratku. Hatiku memanggilmu Jingga, kalbuku mengharapmu. Bayangmu seperti mengalir melewati laju kereta yang tak dapat dicekal waktu. Dimanakah kau saat ini, Jingga?
Stasiun Mampang. Pintu kiri dari arah laju kereta terbuka. Orang itu berpindah tempat berdiri di depan pintu kanan dari arah laju kereta, tepat disampingku. Aku tak berani menarik pandanganku padanya. Terlalu mencurigakan menurutku. Bukannya bermaksud apa-apa. Aku hanya sekadar ingin memastikan saja bahwa lelaki itu memang menyerupaimu ataukah hanya imajinasiku saja?
Aku hanya berani menatap lurus kedepan atau menundukkan pandanganku. Sedikitpun tak berani menoleh ke arah orang itu. Suara operator kereta menggema, memberitahu bahwa kereta akan berhenti di stasiun Sudirman. Pintu di sampingku terbuka sembari menarik langkah lelaki itu menuju luar gerbong besi yang dingin ini. Aku bahkan belum sempat meliriknya untuk memastikan.
Pintu disampingku tertutup rapat dan kereta kembali melaju. Aku menatap kosong ke luar jendela. Menatap suasana ramai Jakarta yang tak mampu membunuh sepiku. Kadang, aku merasa kasihan dengan diriku sendiri, yang selalu terpuruk dan tak dapat melihat indahnya dunia. Semua karna kau, Jingga. Fikiranku hanya tersita akan bayangmu. Kau yang begitu kejam membiarkanku seperti ini.
Aku tersentak kaget begitu mendengar operator kereta menyebutkan kata Tanah Abang. Aku segera menyadarkan diriku kembali dari lamunanku dan bersiap-siap untuk turun. Tiba-tiba saja aku teringat pada sosok lelaki yang beberapa menit lalu menyita perhatianku. Wajah lelaki yang mengingatkanku padamu. Aku mencoba untuk kembali mengingat wajah lelaki itu. Tapi tak dapat kutemukan sosok wajahnya dalam bayanganku. Tampaknya lelaki itu bukannya menyerupaimu, melainkan fikiranku yang tak bisa lepas darimu, Jingga. Hingga yang nampak di setiap pandangku adalah wajahmu.


Hanna J
Jakarta, 30 Agustus 2015

Tidak ada komentar:

Posting Komentar